PEMBANGUNAN KARAKTER
UNTUK MENGATASI MORAL BANGSA YANG TIDAK SESUAI DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA
Dwi Murwani, PLS A, 12102241026
Abstrak
Akhir-akhir
ini pancasila terkesan tidak lagi dijadikan “rujukan utama” (main literature) dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana ditunjukkan dengan berbagai
gejala dan bibit-bibit disintegrasi bangsa. Masyarakat Indonesia saat ini
sedang mengalami krisis nilai moral terbukti banyaknya KKN yang terjadi di
Indonesia. Keterkaitan korupsi dengan penyalagunaan kekuasaan itulah yang
memberikan muatan moral pada korupsi. Korupsi
sebagai wujud krisis identitas bangsa. Nilai
moral bangsa Indonesia melemah karena
pengaruh globalisasi misalnya munculnya paham rasionalisme, materialism dan
sekulerisme. Faktor-faktor penyebab kemerosotan moral bangsa karena longgarnya
pegangan terhadap agama, kurang efektifnya pembinaan moral, belum adanya
kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan pendidikan budi pekerti yang
belum berhasil. Pendidikan sebagai tempat mencetak
generasi yang cerdas secara intelektual
namun kurang memperhatikan moral peserta didik. Akhir-akhir ini sudah
digalakkan pembangunan karakter melalui pendidikan sebagai solusi untuk
mengatasi lemahnya moral generasi penerus bangsa . Deskripsi nilai pendidikan
karakter meliputi kejujuran, religius, disiplin, toleran, kerja keras,kreatif,
tanggung jawab, mandiri dan demokaratis. Pendidikan karakter lahir sebagai
perwujudan amanat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dengan dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang dihadapi
bangsa kita saat ini.
Kata kunci (Nilai
Moral, Bangsa Indonesia, Pendidikan Karakter, KKN )
A.
PENDAHULUAN
Gambaran suram masyarakat Indonesia masih
dirasakan setelah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Kita menyaksikan ada dan
berkembangnya fragmentasi kehidupan, menguatnya egoisme pribadi dan kolektif,
marak dan meluasnya aneka konflik, rusaknya komonitas moral, banyaknya praktek
tanpa acuan teori dan teori tanpa implementasi, dan meluasnya kesenjangan yang
mengisi pemberitaan publik. Identitas karakter bangsa semakin tidak jelas,
nyaris kehilangan jati diri. Semua itu barangkali pada terabaikannya atau
bahkan tiadanya konseptualisasi karakter Indonesia dan terapannya dalam
pembangunan dan pendidikan karakter yang diletakkan pada konsep perkembangan
manusia sebagai pribadi maupun komunitas. Banyak Negara yang dalam menghadapi
krisis menempatkan pembangunan karakter sebagai fokus untuk menemukan solusi.
Karakter suatu bangsa sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kehidupan
bangsa tersebut
Saat
ini pancasila terkesan tidak lagi dijadikan “rujukan utama” (main literature)
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana ditunjukkan dengan
berbagai gejala dan bibit-bibit disintegrasi bangsa, praktik dan atau perilaku
yang menyimpang dari pancasila. Korupsi, kolusi, konspirasi dan suap-menyuap
merupakan wujud penyimpangan nilai-nilai substansial dari Pancasila. Hidup
berbangsa dan bernegara kita tampaknya semakin menyedihkan akibat
perbuatan-perbuatan yang menyimpang tersebut.
Masyarakat
Indonesia saat ini sedang mengalami krisis nilai, situasi sangat anomik karena
adanya inkonsistensi yang tinggi antara nilai-nilai yang di sosialisasikan oleh
suatu pranata sosial dengan pranata sosial lainnya. Media komunikasi massa (TV,
internet, radio dsb.) terlihat semakin bebas sehingga membawa masyarakat pada
sistem nilai yang amat pragmatis dan hedonis.( http://arumps.blogspot.com/2010/12/bilakah-implemntasi-nilai-nilai.html)
Dalam melaksanakan pembangunan karakter
melalui pendidikan, dilakukan retrukturisasi pendidikan moral yang telah
berlangsung lama disemua jenjang pendidikan di Indonesia. Tujuan utamanya
adalah mewujudkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila yang
meliputi pola pikir, pola rasa dan pola perilaku sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat Indonesia keseluruhan. Penciptaan tujuan mulia tersebut membutuhkan
usaha nyata secara sinergis dari semua institusi pendidikan baik formal ,
nonformal dan informal. Di tengah-tengah masyarakat yang semakin fragmentatif,
para pembaru progresif menekankan
pentingnya komitmen terhadap rasionalitas dan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan
masyarakat nasional baru. ( Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D. 2011: xv )
Dunia pendidikan sebagai tempat
mencetak generasi intelektual sangat sadar eksistensi dan perannya untuk
mencerdaskan anak bangsa agar menjadi generasi berkualitas dan mampu membangun
bangsa ini agar maju, mampu bersaing dan bertahan di masa mendatang. Namun, di
media pemberitaan sering kita dengar adanya berbagai kasus-kasus penyimpangan
nilai-nilai pancasila yang berasal dari kaum intelektual, pelajar bahkan juga
dari para pemimpin birokrat dan aparat hukum. Kondisi mental ini diarahkan pada
gagalnya pembinaan budi pekerti secara individu maupun kolektivitas.
Korupsi di Negara Indonesia sudah dalam
tingkat kejahatan korupsi politik. Kondisi Indonesia yang terserang kangker
politik dan ekonomi sudah dalam stadium kritis. Kangker ganas korupsi terus
menggerogoti saraf vital dalam tubuh Negara Indonesia, sehingga terjadi krisis
institusional. Praktik kejahatan berupa kejahatan kekuasaan ini berlangsung
secara sistematis. Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkapkan karena
para pelakunya menggunakan peralatan yang canggih dan biasanya dilakukan lebih
dari satu orang. Budaya hukum elit penguasa tidak menghargai kedaulatan hukum.
Membiarkan koruptor menjarah kekayaan dan asset Negara berarti menjadi bagian
dari penghianatan Negara.
Saat
ini tengah gencar-gencarnya membahas tentang pembangunan karakter melalui
pendidikan. Sehingga dalam pembelajaran sehari-hari guru dituntut untuk
memasukkan muatan pendidikan karakter dalam proses mengajar. Dunia pendidikan sedang dilanda
cobaan untuk menguji seberapa jauh efektifitasnya dalam mendidik anak bangsa
ini sehingga tidak sekedar cerdas secara intelektual namun juga cerdas secara
emosional, memiliki hati nurani dan budi pekerti dalam menerapkan ilmu dan
pengetahuannya secara benar dan tidak menyimpang.
Lemahnya nilai-nilai moral merupakan
persoalan yang sangat dekat dengan bangsa Indonesia. Persoalannya apakah yang
membuat nilai-nilai moral bangsa Indonesia melemah. Hal ini menimbulkan
berbagai persoalan di Indonesia misalnya kurangnya kejujuran di berbagai kalangan
pelajar, masyarakat maupun pejabat Negara. Persoalan yang ada membutuhkan
beberapa solusi untuk mengatasinya agar Negara ini tidak semakin terpuruk.
Pembangunan karakter melalui pendidikan untuk pelajar merupakan salah satu
langkah untuk mengatasinya. Guru-guru penggerak
roda pendidikan banyak yang tidak tahu muatan dari pendidikan karakter bangsa
itu meliputi apa saja. Dan bagaimanakah stertegi pendidikan agama dan moral
yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Krisis budi pekerti memang tidak dapat
diselesaikan hanya di lingkup pendidikan karena para pelajar hidup secara nyata
di lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Namun demikian lembaga pendidikan
dibentuk dan dibuat memang dipersiapkan tidak sekedar mengasah otak, namun juga
secara disadari maupun tidak disadari juga memiliki kewajiban mengasah
kepribadian dan karakter anak didiknya.
B. PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Moral dan pancasila
Moral adalah ajaran tentang hal yang
baik dan buruk, yang menyangkut perilaku manusia. Seseorang yang taat dan patuh
pada aturan-aturan, kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sudah
dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Bila sebaliknya, seseorang
itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan,
prinsip-prinsip, yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moralpun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum,
ilmu dan sebagainya.
Pancasila
berasal dari bahasa sansekerta atau pali dari India (bahasa kasta Brahamana)
dimana rakyat biasa menebutnya sebagai bahasa Prakerta dengan huruf Pallawa,
yang telah terkenal sejak zaman Majapahit pada abad ke-14. Hal ini dapat
dilihat dalam buku “Negarakertagama”
(1365) karya Mpu Prapanca. Yang tersebut di dalamnya Panca artinya lima dan Sila
yang artinya dasar atau perilaku.( http://dream-come-true-nilai-nilai-pancasila.html
)
b.
Kasus Penyimpangan Nilai Pancasila
a.
Penyimpangan sila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Ketuhanan
Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa adanya
Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bahwa Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai
ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk
agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku
diskriminatif antar umat beragama.
Bukti pelanggaran dari sila pertama Pancasila
Bukti pelanggaran dari sila pertama Pancasila
1) Amuk Massa di Kupang
Amuk Massa di Kupang terjadi pada
tanggal 30 November 1998. Amuk massa tersebut bermula dari aksi gabungan dan
aksi solidaritas warga Kristen NTT atas peristiwa Ketapang, yaitu bentrok
antara warga Muslim dan Kristen dengan disertai perusakan berbagai tempat
ibadah. (http://yeah-yuppy.blogspot.com/2011/09/penyimpangan-nilai-pancasila.html)
2) Krisis akhlak
Gejala kemerosotan
nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai luntur dan
meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang
tinggal slogan belaka. Bahkan krisis itu telah melanda generasi muda sebagai
penerus bangsa. Adanya sikap, tindakan dan perbuatan yang tidak bertanggung
jawab ini bila dibiarkan terus, maka generasi mendatang akan mengalami
kegelapan dan hancurnya tatanan kehidupan
b.
Penyimpangan sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
Nilai-nilai kemanusiaan meliputi
pengakuan terhadap martabat manusia, adil. Pengertian manusia yang beradab yang
memiliki daya cipta, karsa, rasa dan keyakinan sehingga jelas adanya perbedaan
antara manusia dan hewan. ( Budiyanto,2007:36 )
Bukti dari pelanggaran sila kedua
Pancasila
1)
Ketidak adilan hukum di Indonesia
Politik kriminal merupakan strategi penanggulangan korupsi
yang melekat yang melekat pada Undang Undang Korupsi. Dimensi penegak politik kriminal
tidak berfungsi karena system penegakan hukum di Indonesia tidak egaliter. Budaya
hukum elit penguasa tidak menghargai kedaulatan hukum, tetapi lebih
mementingkan status sosial si koruptor dengan melihat kekuasaan politik atau
ekonominya. (Evi Hartanti, 2005:4)
Hukum masih berpihak pada pejabat dan orang kaya. Jika
rakyat miskin yang melanggar hukum akan dikenai hukuman yang seberat-beratnya
namun, jika pejabat yang melanggar hukum namun hanya dihukum secara ringan tidak sesuai dengan
kejahatan yang telah ia lakukan. Adanya kasus suap-menyuap membuat
ketidakadilan di dalam hukum.Vonis bebas korupsi lebih banyak di tingkat
penyidikan dibandingkan kasus-kasus pencurian ayam bahkan sering kali korban
penganiayaan yang dihakimi oleh masa. Kondisi seperti ini sangat bertentangan
sengan rasa keadilan sebagai salah satu nilai ideologi yang terkandung dalam
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan peran Pancasila sebagai modal
sosial.
c.
Penyimpangan sila ke-3 “Persatuan Indonesia”
Nilai persatuan indonesia mengandung
makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa
nasionalisme. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya
terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.
Bukti pelanggaran sila ketiga Pancasila
Bukti pelanggaran sila ketiga Pancasila
1)
Organisasi Papua Merdeka
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan
nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan
kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Banyak juga
daerah-daerah lain yang ingin mendirikan Negara sendiri seperti Gerakan Aceh
Merdeka.
d.
Penyimpangan sila ke-4 “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”
Dalam
sila ini terkandung nilai bahwa pejabat Negara diberi kepercayaan oleh
rakyatnya sebagai institusi yang menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Sila
ini juga mengandung nilai pengakuan terhadap persamaan hak dan kewajiban bagi
setiap warga Negara.(Dra. Tutik cahyaningsih,2006:20)
Bukti adanya pelanggaran terhadap
sila keempat pancasila
1)
Ulah memalukan wakil rakyat
Sering
kali para wakil rakyat mempertontonkan perilaku yang mencemaskan rakyat, ketika
menyelesaikan suatu masalah untuk kepentingan rakyat misalnya saat rapat
terjadi perang mulut sampai adu jotos yang diperagakan di depan kamera. DPR
sebagai wakil rakyat, tindakan tersebut jelas-jelas menyimpang dari amanat
rakyat. Sama halnya dengan anggota DPR dan MPR yang rapat di senayan dalam
pembentukan undang-undang ataupun rapat tahunan selalu banyak yang tidur. Dan
biasanya keputusan yang diambil dewan perwakilan hanya menguntungkan bagi
beberapa pihak saja dan semakin menyengsarakan rakyat.
e. Penyimpangan sila ke-5 “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam
sila ini terkandung nilai yang menjadi tujuan Negara, yakni mencapai
kesejahteraan dan keadilan. Keadilan hakikatnya terkait hubungannya antara
manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat lain atau dengan bangsa dan
Negara lain.(Sri Tutik Cahyaningsih. 2006:20)
Bukti
pelanggaran terhadap sila kelima Pancasila
1) Kemiskinan
Indonesia
adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya
melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin.Hal ini sebenarnya
didasari oleh rendahnya kualitas SDM Karena latar belakang pendidikan yang
masih tergolong rendah dan kualitas moral para pemimpin yang tidak baik.
Maksudnya adalah ketidak merataan pembangunan dibeberapa daerah sehingga
beberapa wilayah di Indonesia mengalami kemiskinan yang rendah, sedangkan
daerah lainnya memiliki angka kemiskinan yang tinggi.
2) Ketimpangan dalam pendidikan
Banyak
anak usia sekolah harus putus sekolah karena biaya dan mereka harus bekerja.
Walaupun sudah diberlakukannya beberapa program untuk mengurangi biaya sekolah
atau bahkan membebaskan biaya sekolah BOS (Biaya Operasional Sekolah)
tapi kenyataannya pembagiannya masih belum merata diseluruh wilayah Indonesia
dan masih banyak dipotong oleh pihak-pihak tertentu. Selain itu program wajib
belajar sembilan tahun yang berlaku di Indonesia juga belum bisa meratakan
pendidikan.
3) Ketimpangan dalam pelayanan
kesehatan
Keadilan
dalam kesehatan masih belum dirasakan oleh semua masyarakat miskin Indonesia.
Didalam hal ini maksudnya adalah belum dirasakan manfaat PJKMM (Program jaminan
kesehatan masyarakat miskin) atau ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat
Miskin) sehingga munculnya anggapan “orang miskin dilarang sakit” karena biaya
berobat di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi dan hanya untuk kalangan
menengah ke atas.
c. 3. Korupsi sebagai Wujud Krisis
Identitas Bangsa
Adanya krisis identitas bangsa
yang terjadi selama beberapa dekade menyebabkan mentalitas bangsa menjadi
tergerus dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis sebagai
kenyataan akan hal tersebut. Sebagai contoh adalah kasus korupsi
ditengah-tengah masyarakat. Tindak korupsi tersebut hanya memihak dan
menguntungkan beberapa pihak, sedangkan masyarakat sebagai korban dari
korupsi tersebut. Adanya tindak korupsi disebabkan karena lemahnya moral
individu, di samping itu lemahnya penegakan hukum dalam menindaklanjuti
tindak pidana korupsi yang semakin merajalela.
Pembukaan UUD 1945 alenia IV dan
pada Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pancasila sebagai sumber
segala sumber hukum, kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi yang
dalam tata hukum. Penyebab tindak korupsi tersebut jika di lihat dari aspek
sosial politik sangat berkaitan dengan masalah kekuasaan yang diperoleh
dengan aktivitas kegiatan dalam kepentingan politik. Nilai ideologi Pancasila
sudah tidak dihiraukan lagi dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagai
modal sosial, tentunya Pancasila memberikan nilai tersendiri, artinya
Pancasila mempunyai nilai dan peran implementasinya dalam penyelenggaraan
negara.
Selain krisis identitas yang
bersifat moralitas dan kekuasaan, muncul kasus fundamentalis agama dalam hal
tindak pidana korupsi. Faktor pendidikan dikalangan keagamaan menjadi sangat
penting dan strategis dalam membangun moral, mental, dan karakter bangsa yang
peka dan anti korupsi.
Keterkaitan korupsi dengan
penyalagunaan kekuasaan itulah yang memberikan muatan moral pada korupsi.
Muatan moral itu menjadi jelas ketika unsur kesenjangan dalam penyalagunaan
kekuasaan itu ditonjolkan. Dalam pemahaman baru hanya manusia yang nota bene
punya kekuasaan dan kebebasan yang bisa melakukan korupsi. Unsur kesenjangan
menampakkan tiga unsur pokok dalam individu sebagai agen moral yaitu
kebebasan, pemahaman, dan kehendak. ( Al. Andang L. Binawan. 2006: xiii)
Korupsi yaitu penggunaan wewenang
yang melebihi ketentuan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok.
Kolusi adalah system yang mengutamakan keluarga atau handai taulan yang tidak
dibenarkan oleh hukum. Akibat tindakan tersebut kerugian Negara sangat besar
dan berimbas pada perekonomian nasional. (Agus Sumali, 2007: 90)
d. 4. Faktor-Faktor
Penyebab Kemerosotan Moral Bangsa Indonesia
a. Longgarnya pegangan
terhadap agama
Saat
ini segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan
beragam mulai terdesak. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran
agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada di dalam dirinya. Dengan
demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya
adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan
masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena
pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau
tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati
orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial
itu. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta
menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan
yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak
mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.
b. Kurang efektifnya
pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat
Pembinaan
moral di rumah tangga harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai
dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana
yang benar dan mana yang salah dan juga belum tahu batas-batas maupun
ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan
menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan
dibesarkan tanpa mengenal moral. Pembinaan moral pada anak di rumah tangga
bukan dengan cara menyuruh anak menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk,
melainkan harus dibiasakan. Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun dapat
mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik. Dengan kata lain, sekolah merupakan lapangan sosial bagi
anak-anak, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek
kepribadian berjalan dengan baik. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil
peranan dalam pembinaan moral. Kerusakan masyarakat itu sangat besar
pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral
dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, karena
tidak efektifnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan
ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak
seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
c. Budaya materialistis,
hedonistis dan sekularistis
Rasionalisme adalah paham yang
lebih mengutamakan akal daripada emosi atau batin. Materialisme adalah sikap
yang selalu mengutamakan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi.
Sedangkan sekulerisme adalah paham yang memisahkan secara tegas antara agama
dan Negara. Dalam batas-batas tertentu, rasionalisme dan materialism masih
dapat kita terima, tetapi kalau orang sudah memutlakkan rasio dan materi maka
orang tersebut akan diperbudak oleh pikiran dan materi. Sebagai contoh “ mengapa
orang barat menganggap perkawinan sejenis merupakan hak asasi yang harus
diakui dan dilindungi?”. Hal ini disadari pada kenyataan bahwa orang tersebut
hanya puas jika kawin dengan yang sejenis, sedangkan dengan yang berlawanan
jenis tidak akan puas. Menurut mereka kawin dengan sejenis merupakan hak
asasi manusia. Sedangkan masalah sekulerisme ,Negara tidak dapat dipisahkan dengan
agama karena agama diturunkan didunia sebagai petunjuk bagaimana mengelola
dunia agar dapat dimanfaatkan manusia untuk hidupnya di dunia maupun
diakhirat. Demikian pula Negara membawa rakyatnya selamat dunia akhirat.
(Suprapto, dkk , 2007:164)
Sekarang
ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang
anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi
mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kotrasepsi seperti
kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan
untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala penyimpangan tersebut
terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi,
kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya
sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis,
hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-bacaan,
lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya.
Penyaluran arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal
yang semata-mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan
para remaja, tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya
arus budaya yang demikian diduga termasuk faktor yang paling besar dalam
menghancurkan moral para remaja dan generasi muda umumnya.
d. Belum adanya kemauan
yang sungguh-sungguh dari pemerintah
Pemerintah
yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya
manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh
untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah
lagi oleh adanya ulah sebagian penguasa elit yang semata-mata mengejar
kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka asik memperebutkan kekuasaan,
mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, tanpa
memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Kekuasaan, uang,
teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk
merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara
bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.( http://gilasms.com/?redir=frame&uid=gilasm)
e. Pendidikan budi pekerti dianggap belum berhasil sesuai
harapan.
Hambatan internal maupun eksternal
ternyata teridentifikasi sebagai penyebab belum berhasilnya pendidikan budi
pekerti. Muatan budi pekerti dan pendidikan moral seakan-akan hanya menjadi
tanggung jawab guru pkn, guru agama, bimbingan konseling, sedangkan untuk
pengampu mapel lainnya karena menganggap bukan bagian dari tugasnya maka
penanaman budi pekerti secara terintegrasi belum dapat terlaksana secara
efektif dan efisien. (http://www.google.com/search=artikel+pancasila+melemahnya+nilai+moral+karena+pengaruh+globalisasi.com)
e.
5. Deskripsi
Nilai Pendidikan Karakter Bangsa
a.
Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b.
Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
c.
Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
d.
Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.
Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
f.
Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
g.
Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
h.
Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
i.
Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
j.
Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
k.
Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
l.
Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
m.
Tanggung-jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.( www.wahyuti4tklarasati.blogspot.com)
f.
6. Pendidikan Karater
g.
Pembangunan karakter melalui
pendidikan sebenarnya bukan hal asing bagi kita. Pendidikan karakter lahir
sebagai perwujudan amanat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dengan dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan
yang dihadapi bangsa kita saat ini seperti ancaman disintegrasi bangsa,
pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
lenyapnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter
adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pengertian
tersebut memberikan penjelasan bahwa peserta didik tidak hanya cukup
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk saja, tetapi juga dapat
merasakan dan bagaimana caranya mereka melakukan perbuatan baik itu, serta
membiasakan diri melakukannya dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
hati.(www.pendidikan-Karakter-Sebagai-Alat-Pemersatu-Bangsa-Lazuardi-Birru.html
)
h.
Pendidikan sekolah adalah mengembangkan segi-segi kognitif,
afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun ke bangsa sehingga menjadi
insan kamil. Dengan penerapan pendidikan karakter, maka karakter dari peserta
didik akan terbentuk sejak mereka berada di bangku sekolah dasar, kemudian
dilanjutkan pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Dengan terbentuknya
karakter tersebut, maka akan menjadi perisai atau kontrol dalam diri
seseorang, sehingga akan mengendalikan perilaku orang tersebut. Intinya
adalah, jika karakter sudah terbentuk, maka akan sulit untuk mengubah
karakter tersebut. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter
diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari. (http://saidahlis.blogspot.com/2011/11/pentingnya-pendidikan-sebagai-solusi.html)
i.
Pembangunan karakter bangsa
Indonesia lebih berfokus pada peningkatan kesadaran generasi muda Indonesia
akan pentingnya menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki karakter sesuai
dengan nilai-nilai dasar pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia
berdasarkan pancasila bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang mandiri sesuai dengan cita-cita pancasila. Pembangunan karakter bangsa
Indonesia menuju bangsa yang mandiri dalam menghadapi era globalisasi
tersebut berfokus pada penanaman nilai-nilai pancasila terhadap generasi muda
penerus bangsa yang secara aktif dilakukan oleh seluruh komponen bangsa
bekerjasama dengan pemerintah.(http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-di-era-globalisasi-495200.html
)
j.
Kurikulum pendidikan di
Indonesia dirombak. Perubahan ini akan menambah daftar panjang perkembangan
kurikulum pendidikan. Tetapi jangan lupa. Jika pemerintah ingin mengubah
konsep pendidikan, alatnya bukan hanya pada kurikulum, melainkan tenaga
pendidiknya juga perlu disorot. Sebab, mutu tenaga pendidik di Indonesia
kondisinya juga masih memprihatinkan. Akan menjadi lebih sempurna jika
perubahan kurikulum diikuti dengan kesiapan para guru untuk
mengimplementasikannya, serta dukungan orangtua. Ini merupakan momentum yang
tepat, bila perubahan kurikulum benar dilaksanakan, sehingga terjadi
perubahan positif yang terintegrasi dengan hasil generasi muda yang gemilang.
k.
Setiap bangsa yang melaksanakan
pembangunan selalu menginginkan perubahan yang mengarah pada kemajuan
bangsanya. Dan keberhasilan pembangunan tersebut tidak akan terlaksana tanpa
adanya semangat juang dari seluruh komponen bangsa untuk maju bersama-sama. Pembangunan
yang dilakukan oleh suatu bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang
sangat besar termasuk mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam
keluarga. Bukti nyata yang dapat kita lihat terutama berada di negara -
negara industri maju, dimana fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat
sangat jelas sejalan dengan semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara
maju tersebut. Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam
melakukan pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas
berpikir manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan
telekomunikasi. Kedua jenis teknologi tersebut secara radikal telah
mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan
memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi).
Dan salah satu unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar
manusia adalah daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya
saing bagi suatu bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era
globalisasi tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa
termasuk juga bagi bangsa Indonesia. Sehingga, arti dan makna pembinaan
karakter bangsa di era globalisasi yang sarat dengan daya saing adalah
menyangkut tiga hal pokok yaitu: Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu
pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk
terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya di era
globalisasi. Pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar kapasitas
pengetahuan yang terbangun dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa, dengan
kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif
atau kemajuan bersama bagi bangsa Indonesia. Pemaknaan dari karakter positif
bangsa seharusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas. Sebenarnya
bangsa Indonesia telah memiliki karakter positif bangsa yang seharusnya terus
ditumbuh-kembangkan untuk menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi ini.
Karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut antara
lain adalah karakter pejuang, karakter pemberani dan sejumlah karakter
positif lainnya. Seluruh karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia tersebut harus dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing untuk
menghadapi globalisasi. Sehingga pembinaan karakter positif bangsa dibutuhkan
untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi. Pembinaan
karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus demi
terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat
dalam menghadapi globalisasi.
l.
Hal ini sesuai dengan kenyataan
objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia termasuk dalam
melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai dasar Pancasila
dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Sedangkan Pembangunan nasional
Indonesia diarahkan pada upaya peningkatan harkat dan martabat manusia yang
meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga,
pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya
peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau menyeluruh
berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.
Dalam melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara total. Oleh karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan berikutnya.( http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-t598584.html)
m.
Licona (2004) menyebutkan adanya
sepuluh nilai utama yang bisa ditanamkan oleh pihak sekolah:
n.
a. Kebijaksanaan (wisdom)
o.
b. Keadilan (Justice)
meliputi kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, tulus, kesopanan dan
toleransi.
p.
c. Daya Tahan (fortitude)
meliputi keberanian, elastisitas, kesabaran, kegigihan, daya tahan dan
percaya diri.
q.
d. Kontrol Diri
(self-kontrol) meliputi disiplin diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan
menunda kesenangan, kemampuan melawan godaan, moderat dan kemampuan menjaga
kecenderungan seks.
r.
e. Cinta (love) meliputi
mengenali pikiran, perasaan serta sikap
orang lain; memiliki rasa iba; ramah dan penuh kasih sayang; murah hati;
mudah menolong; setia; cinta tanah air; dan pemaaf.
s.
f. Sikap Positif
(positive attitude) meliputi penuh harapan, bersemangat, lentur dan memiliki
rasa humor.
t.
g. Kerja Keras (hard work)
meliputi tekun, memiliki prakarsa, perencanaan yang matang dan kecerdasan.
u.
h. kepribadian yang utuh
(integrity) meliputi mengikuti prinsip-prinsip moral, kesetiaan terhadap kata
hati, menjaga perkataan, konsisten secara etika, dan tulus.
v.
i. perasaan berterima
kasih (gratitude) meliputi kebiasaan berterima kasih, kemampuan menghargai
orang lain dan tidak suka complain
w.
j. Kerendahan Hati
(humility) yaitu sadar diri atau tau diri, mau mengakui kesalahan dan
bertanggung jawab, keinginan menjadi lebih baik.( Prof. Darmiyati Zuchdi,
Ed.D. 2011 : 141-143)
x.
Sosok pribadi yang berkarakter
tidak hanya cerdas secara lahir batin, tetapi juga memiliki kekuatan untuk
menjalankan sesuatu yang dipandang benar dan mampu membuat orang lain
memberikan dukungan terhadap apa yang dijalankan. Seseorang yang berkarakter
kuat akan mewarnai dunia. Dia dianggap sebagai figure yang dipercaya bagi
orang-orang disekelilingnya. Kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang
yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi karakter seseorang.
Karakter seseorang dipengaruhi gen. Namun, gen hanya salah satu pembentukan
karakter. Dalam hal ini orang tualah yang memiliki peluang paling besar dalam
pembentukan karakter anak.( Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D. 2011 : 31-32)
|
A.
C. PENUTUP
Dari
penjelasan pada artikel di atas dapat disimpulkan bahwa Salah satu komponen
yang berperan penting dalam upaya mengatasi merosotnya moral bangsa adalah pembinaan karakter generasi muda
bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila, khususnya karakter positif bangsa
yang harus terus ditumbuh-kembangkan untuk memperkuat kemampuan adaptif dari
daya saing bangsa sehingga dapat menjadi bangsa yang mandiri di era
globalisasi. Pembangunan karakter bangsa Indonesia lebih berfokus pada
peningkatan kesadaran generasi muda Indonesia akan pentingnya menjadi
generasi penerus bangsa yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai
dasar pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia berdasarkan pancasila
bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri sesuai
dengan cita-cita pancasila.
Timbulnya
pergolakan-pergolakan di berbagai daerah seperti tawuran antar kelompok,
penyerangan terhadap kelompok lain, hingga perusakan fasilitas ibadah, pada
umumnya dipicu oleh hal-hal seperti perebutan wilayah dan pekerjaan, adanya
kesenjangan sosial, atau perbedaan pandangan dan keyakinan dalam beribadah.
Berbagai macam konflik tersebut lahir sebagai akibat dari lunturnya
nilai-nilai toleransi untuk tetap saling menghargai perbedaan.
Terkikisnya
nilai-nilai toleransi dari masyarakat kita sedikit banyaknya dipengaruhi juga
oleh budaya luar yang sangat bebas sehingga perlahan-lahan mulai menggeser
nilai-nilai luhur budaya kita. Globalisasi tidak hanya memberikan keleluasaan
terhadap prinsip-prinsip ekonomi saja. Kebebasan telah disalah artikan dengan
memberi inspirasi pada kelompok-kelompok tertentu untuk terus-menerus
menuntut pemenuhan hak tanpa mempedulikan hak orang lain. Berbuat semaunya,
merasa diri dan kelompoknya benar dan orang lain dianggap salah. Berbagai penyimpangan
perilaku ini akan terus berkembang jika tidak segera dicari penyelesaiannya.
Dengan
adanya gejala tersebut semakin diperlukan sebuah kajian kritis terhadap
pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Diharapkan masyarakat kita semakin
kritis dalam menentukan
pilihan-pilihan pandangan hidup, sikap dan gaya hidupnya yang selaras dengan
nilai-nilai pancasila sebagai bagian dari budaya bangsa dengan demikian,
masyarakat indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup yang kokoh, orientasi
hidup yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak
terombang-ambingkan mengikuti arus global. (Rukiyati,M.Hum., dkk.2008:33)
Secara
formal upaya menyiapkan kondisi, sarana atau prasarana, kegiatan, pendidikan,
dan kurikulum
yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa
memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari
ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak
terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya
krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa. Korupsi
sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa. Solusi
untuk mengatasi lemahnya moral bangsa dengan digalakkannya pembangunan
karakter melalui pendidikan karakter. Deskripsi nilai pendidikan karakter
seperti kejujuran, religius, disiplin, toleran, kerja keras,kreatif, mandiri
dan demokaratis.
Kasus
penyimpangan nilai-nilai pancasila misalnya sila pertama ( amuk masa di
Kupang); sila kedua ( tragedi tri sakti dan ketidak adilan hukum di Indonesia
); sila ketiga ( organisasi papua merdeka); sila keempat( ulah wakil rakyat
yang tidak mementingkan kepentingan rakyat terbukti bahwa kebijakan yang
diambil semakin menyengsarakan rakyat); sila kelima ( kemiskinan, ketimpangan
pendidikan, dan ketimpangan dalam layanan kesehatan).
Pendidikan karakter lahir sebagai
perwujudan amanat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dengan dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang dihadapi
bangsa kita saat ini seperti ancaman disintegrasi bangsa, pergeseran
nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta lenyapnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Ada 18 nilai pembentuk karakter bangsa
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Belakangan ini karakter anak usia
didik mengidikasikan fenomena negatif, misalnya perkelahian antar pelajar,
seks bebas, mudah terpengaruh untuk mengonsumsi narkoba, maraknya
plagiarisme, serta imbas terselubung dari derasnya budaya asing yang masuk ke
Tanah Air akibat kemajuan teknologi, serta budaya acuh tak acuh. Persiapan
besar-besaran pun dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus
demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat
dalam menghadapi globalisasi. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila
tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.
Banyak
nilai yang dapat dan harus dibangun di sekolah. Sekolah adalah laksana taman
atau lahan yang subur tempat menyemaikan dan memanam bibit-bibit nilai
tersebut. Pemerintah sendiri telah membuat grand design pendidikan karakter
dengan menempatkan pilar utama yang harus ditanamkan di sekolah. Ke empat
pilar tersebut adalah jujur dan bertanggung jawab (cerminan dari oleh hati),
cerdas (cerminan dari oleh pikiran), sehat dan bersih (cerminan dari olah
raga) dan peduli dan kreatif (cerminan dari dan oleh rasa)
D.
DAFTAR PUSTAKA
Arups. 2010.
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila diunduh dari http://arumps.blogspot.com/2010/12/bilakah-implemntasi-nilai-nilai.html
tanggal 24 desember 2012 19.00 WIB
Artikel nilai-nilai
pancasila. 2011 di unduh dari .(http://dream-come-true/nilai- nilai-pancasila.html) pada 24 desember 2012 9.00 WIB
Artikel Pancasila
Melemahnya Nilai Moral karena pengaruh Globalisasi. 2012 diunduh dari
http://www.google.com/search?q=artikel+pancasila+melemahnya+nilai+moral+karena+pengaruh+globalisasi.compada tanggal 19
desember 2012 jam 16.00 WIB
Artikel Pembangunan
Karakter Bangsa Indonesia Berdasarkan pancasila menuju bangsa mandiri. 2011 diunduh dari http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-t598584.html
pada tanggal 5 januari 2012 12.00 WIB
Budiyanto. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan . Jakarta : Erlangga
Binawan, andang. 2006. Korupsi
Kemanusiaan. Jakarta : Buku Kompas
Cahyaningsih, Sri Tutik. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan.
Semarang: PT gelora aksara Pratama
Gilasms.
2007. frame and uid diunduh dari http://gilasms.com/?redir=frame&uid=gilasm)
pada tanggal 18 desember 2012 jam 16.45 WIB
Hartati,
Evi. 2006. Tindak Pidana korupsi. Jakarta : Sinar Grafika
Lazuardi Birru. 2011
diunduh dari www.pendidikan-Karakter-Sebagai-Alat-Pemersatu-Bangsa-Lazuardi-Birru.html
pada tanggal 18 desember 2012 jam 17.15 WIB
Pembangunan
Karakter Bangsa Indonesia Berdasarkan Pancasila. Diunduh dari http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-di-era-globalisasi-495200.html)
pada tanggal 18 desember 2012 jam 17.00 WIB
Rukiyati, M.Hum,.dkk.
2008. Pendidikan pancasila. Yogyakarta:
unypress
Saidanlis. 2011. artikel pentingnya pendidikkan sebagai
solusi/. diunduh darihttp://saidanlis.blogspot/2012/11/pentingnya-pendidikan-sebagai-solusi.htmlPada tanggal 19
desember 2012 jam 15.00 WIB
Sumali, Agus. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta :
Yudistira
Suprapto, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Bumi aksara
Wahyuti. 2011. jurnal artikel pancasila diunduh dari www.wahyuti4tklarasati.blogspot.com
pada
19 desember 2012 jam 13.45 WIB
Yuppy, yeah. 2011. Penyimpangan nilai pancasila,
diunduh dari http://yeah-yuppy.blogspot.com/2011/09/penyimpangan-nilai-pancasila.html pada
tanggal 19 desember 2012 17.00 WIB
Zuchdi, Darmiyati. 2011.
Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Uny press
|
No comments:
Post a Comment