Tuesday, June 4, 2013

pembangunan karakter untuk mengatasi moral bangsa



PEMBANGUNAN KARAKTER UNTUK MENGATASI MORAL BANGSA YANG TIDAK SESUAI DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA
Dwi Murwani, PLS A, 12102241026
Email: duex_elex94@yahoo.com, Hp : 085643362614
Abstrak
Akhir-akhir ini pancasila terkesan tidak lagi dijadikan “rujukan utama” (main literature) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana ditunjukkan dengan berbagai gejala dan bibit-bibit disintegrasi bangsa. Masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami krisis nilai moral terbukti banyaknya KKN yang terjadi di Indonesia. Keterkaitan korupsi dengan penyalagunaan kekuasaan itulah yang memberikan muatan moral pada korupsi. Korupsi sebagai wujud krisis identitas bangsa. Nilai moral bangsa Indonesia  melemah karena pengaruh globalisasi misalnya munculnya paham rasionalisme, materialism dan sekulerisme. Faktor-faktor penyebab kemerosotan moral bangsa karena longgarnya pegangan terhadap agama, kurang efektifnya pembinaan moral, belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan pendidikan budi pekerti yang belum berhasil. Pendidikan sebagai tempat mencetak generasi yang cerdas secara intelektual namun kurang memperhatikan moral peserta didik. Akhir-akhir ini sudah digalakkan pembangunan karakter melalui pendidikan sebagai solusi untuk mengatasi lemahnya moral generasi penerus bangsa . Deskripsi nilai pendidikan karakter meliputi kejujuran, religius, disiplin, toleran, kerja keras,kreatif, tanggung jawab, mandiri dan demokaratis. Pendidikan karakter lahir sebagai perwujudan amanat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa kita saat ini.
Kata kunci (Nilai Moral, Bangsa Indonesia, Pendidikan Karakter, KKN )
A.    PENDAHULUAN
Gambaran suram masyarakat Indonesia masih dirasakan setelah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Kita menyaksikan ada dan berkembangnya fragmentasi kehidupan, menguatnya egoisme pribadi dan kolektif, marak dan meluasnya aneka konflik, rusaknya komonitas moral, banyaknya praktek tanpa acuan teori dan teori tanpa implementasi, dan meluasnya kesenjangan yang mengisi pemberitaan publik. Identitas karakter bangsa semakin tidak jelas, nyaris kehilangan jati diri. Semua itu barangkali pada terabaikannya atau bahkan tiadanya konseptualisasi karakter Indonesia dan terapannya dalam pembangunan dan pendidikan karakter yang diletakkan pada konsep perkembangan manusia sebagai pribadi maupun komunitas. Banyak Negara yang dalam menghadapi krisis menempatkan pembangunan karakter sebagai fokus untuk menemukan solusi. Karakter suatu bangsa sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kehidupan bangsa tersebut
Saat ini pancasila terkesan tidak lagi dijadikan “rujukan utama” (main literature) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana ditunjukkan dengan berbagai gejala dan bibit-bibit disintegrasi bangsa, praktik dan atau perilaku yang menyimpang dari pancasila. Korupsi, kolusi, konspirasi dan suap-menyuap merupakan wujud penyimpangan nilai-nilai substansial dari Pancasila. Hidup berbangsa dan bernegara kita tampaknya semakin menyedihkan akibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang tersebut.
Masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami krisis nilai, situasi sangat anomik karena adanya inkonsistensi yang tinggi antara nilai-nilai yang di sosialisasikan oleh suatu pranata sosial dengan pranata sosial lainnya. Media komunikasi massa (TV, internet, radio dsb.) terlihat semakin bebas sehingga membawa masyarakat pada sistem nilai yang amat pragmatis dan hedonis.( http://arumps.blogspot.com/2010/12/bilakah-implemntasi-nilai-nilai.html)  
Dalam melaksanakan pembangunan karakter melalui pendidikan, dilakukan retrukturisasi pendidikan moral yang telah berlangsung lama disemua jenjang pendidikan di Indonesia. Tujuan utamanya adalah mewujudkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila yang meliputi pola pikir, pola rasa dan pola perilaku sehari-hari dalam kehidupan masyarakat Indonesia keseluruhan. Penciptaan tujuan mulia tersebut membutuhkan usaha nyata secara sinergis dari semua institusi pendidikan baik formal , nonformal dan informal. Di tengah-tengah masyarakat yang semakin fragmentatif, para pembaru progresif  menekankan pentingnya komitmen terhadap rasionalitas dan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan masyarakat nasional baru. ( Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D. 2011: xv )
Dunia pendidikan sebagai tempat mencetak generasi intelektual sangat sadar eksistensi dan perannya untuk mencerdaskan anak bangsa agar menjadi generasi berkualitas dan mampu membangun bangsa ini agar maju, mampu bersaing dan bertahan di masa mendatang. Namun, di media pemberitaan sering kita dengar adanya berbagai kasus-kasus penyimpangan nilai-nilai pancasila yang berasal dari kaum intelektual, pelajar bahkan juga dari para pemimpin birokrat dan aparat hukum. Kondisi mental ini diarahkan pada gagalnya pembinaan budi pekerti secara individu maupun kolektivitas.
Korupsi di Negara Indonesia sudah dalam tingkat kejahatan korupsi politik. Kondisi Indonesia yang terserang kangker politik dan ekonomi sudah dalam stadium kritis. Kangker ganas korupsi terus menggerogoti saraf vital dalam tubuh Negara Indonesia, sehingga terjadi krisis institusional. Praktik kejahatan berupa kejahatan kekuasaan ini berlangsung secara sistematis. Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkapkan karena para pelakunya menggunakan peralatan yang canggih dan biasanya dilakukan lebih dari satu orang. Budaya hukum elit penguasa tidak menghargai kedaulatan hukum. Membiarkan koruptor menjarah kekayaan dan asset Negara berarti menjadi bagian dari penghianatan Negara.
Saat ini tengah gencar-gencarnya membahas tentang pembangunan karakter melalui pendidikan. Sehingga dalam pembelajaran sehari-hari guru dituntut untuk memasukkan muatan pendidikan karakter dalam proses mengajar. Dunia pendidikan sedang dilanda cobaan untuk menguji seberapa jauh efektifitasnya dalam mendidik anak bangsa ini sehingga tidak sekedar cerdas secara intelektual namun juga cerdas secara emosional, memiliki hati nurani dan budi pekerti dalam menerapkan ilmu dan pengetahuannya secara benar dan tidak menyimpang.
Lemahnya nilai-nilai moral merupakan persoalan yang sangat dekat dengan bangsa Indonesia. Persoalannya apakah yang membuat nilai-nilai moral bangsa Indonesia melemah. Hal ini menimbulkan berbagai persoalan di Indonesia misalnya kurangnya kejujuran di berbagai kalangan pelajar, masyarakat maupun pejabat Negara. Persoalan yang ada membutuhkan beberapa solusi untuk mengatasinya agar Negara ini tidak semakin terpuruk. Pembangunan karakter melalui pendidikan untuk pelajar merupakan salah satu langkah untuk mengatasinya. Guru-guru penggerak roda pendidikan banyak yang tidak tahu muatan dari pendidikan karakter bangsa itu meliputi apa saja. Dan bagaimanakah stertegi pendidikan agama dan moral yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Krisis budi pekerti memang tidak dapat diselesaikan hanya di lingkup pendidikan karena para pelajar hidup secara nyata di lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Namun demikian lembaga pendidikan dibentuk dan dibuat memang dipersiapkan tidak sekedar mengasah otak, namun juga secara disadari maupun tidak disadari juga memiliki kewajiban mengasah kepribadian dan karakter anak didiknya.
B.     PEMBAHASAN
a.      Pengertian Moral dan pancasila
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut perilaku manusia. Seseorang yang taat dan patuh pada aturan-aturan, kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sudah dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Bila sebaliknya, seseorang itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan, prinsip-prinsip, yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moralpun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum, ilmu dan sebagainya.
Pancasila berasal dari bahasa sansekerta atau pali dari India (bahasa kasta Brahamana) dimana rakyat biasa menebutnya sebagai bahasa Prakerta dengan huruf Pallawa, yang telah terkenal sejak zaman Majapahit pada abad ke-14. Hal ini dapat dilihat dalam buku “Negarakertagama” (1365) karya Mpu Prapanca. Yang tersebut di dalamnya Panca artinya lima dan Sila yang artinya dasar atau perilaku.( http://dream-come-true-nilai-nilai-pancasila.html )
b.      Kasus Penyimpangan Nilai Pancasila
a.      Penyimpangan sila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama.                                                        
Bukti pelanggaran dari sila pertama Pancasila
1)      Amuk Massa di Kupang
Amuk Massa di Kupang terjadi pada tanggal 30 November 1998. Amuk massa tersebut bermula dari aksi gabungan dan aksi solidaritas warga Kristen NTT atas peristiwa Ketapang, yaitu bentrok antara warga Muslim dan Kristen dengan disertai perusakan berbagai tempat ibadah. (http://yeah-yuppy.blogspot.com/2011/09/penyimpangan-nilai-pancasila.html)
2)      Krisis akhlak
Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. Bahkan krisis itu telah melanda generasi muda sebagai penerus bangsa. Adanya sikap, tindakan dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab ini bila dibiarkan terus, maka generasi mendatang akan mengalami kegelapan dan hancurnya tatanan kehidupan
b.      Penyimpangan sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
Nilai-nilai kemanusiaan meliputi pengakuan terhadap martabat manusia, adil. Pengertian manusia yang beradab yang memiliki daya cipta, karsa, rasa dan keyakinan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan. ( Budiyanto,2007:36 )
Bukti dari pelanggaran sila kedua Pancasila
1)      Ketidak adilan hukum di Indonesia
Politik kriminal merupakan strategi penanggulangan korupsi yang melekat yang melekat pada Undang Undang Korupsi. Dimensi penegak politik kriminal tidak berfungsi karena system penegakan hukum di Indonesia tidak egaliter. Budaya hukum elit penguasa tidak menghargai kedaulatan hukum, tetapi lebih mementingkan status sosial si koruptor dengan melihat kekuasaan politik atau ekonominya. (Evi Hartanti, 2005:4)
Hukum masih berpihak pada pejabat dan orang kaya. Jika rakyat miskin yang melanggar hukum akan dikenai hukuman yang seberat-beratnya namun, jika pejabat yang melanggar hukum namun hanya  dihukum secara ringan tidak sesuai dengan kejahatan yang telah ia lakukan. Adanya kasus suap-menyuap membuat ketidakadilan di dalam hukum.Vonis bebas korupsi lebih banyak di tingkat penyidikan dibandingkan kasus-kasus pencurian ayam bahkan sering kali korban penganiayaan yang dihakimi oleh masa. Kondisi seperti ini sangat bertentangan sengan rasa keadilan sebagai salah satu nilai ideologi yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan peran Pancasila sebagai modal sosial.
c.       Penyimpangan sila ke-3 “Persatuan Indonesia”
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia. 
Bukti pelanggaran sila ketiga Pancasila
1)      Organisasi Papua Merdeka
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Banyak juga daerah-daerah lain yang ingin mendirikan Negara sendiri seperti Gerakan Aceh Merdeka.
d.      Penyimpangan sila ke-4 “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa pejabat Negara diberi kepercayaan oleh rakyatnya sebagai institusi yang menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Sila ini juga mengandung nilai pengakuan terhadap persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga Negara.(Dra. Tutik cahyaningsih,2006:20)
Bukti adanya pelanggaran terhadap sila keempat pancasila
1)      Ulah memalukan wakil rakyat
Sering kali para wakil rakyat mempertontonkan perilaku yang mencemaskan rakyat, ketika menyelesaikan suatu masalah untuk kepentingan rakyat misalnya saat rapat terjadi perang mulut sampai adu jotos yang diperagakan di depan kamera. DPR sebagai wakil rakyat, tindakan tersebut jelas-jelas menyimpang dari amanat rakyat. Sama halnya dengan anggota DPR dan MPR yang rapat di senayan dalam pembentukan undang-undang ataupun rapat tahunan selalu banyak yang tidur. Dan biasanya keputusan yang diambil dewan perwakilan hanya menguntungkan bagi beberapa pihak saja dan semakin menyengsarakan rakyat.
e.       Penyimpangan sila ke-5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam sila ini terkandung nilai yang menjadi tujuan Negara, yakni mencapai kesejahteraan dan keadilan. Keadilan hakikatnya terkait hubungannya antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat lain atau dengan bangsa dan Negara lain.(Sri Tutik Cahyaningsih. 2006:20)
Bukti pelanggaran terhadap sila kelima Pancasila
1)      Kemiskinan 
Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin.Hal ini sebenarnya didasari oleh rendahnya kualitas SDM Karena latar belakang pendidikan yang masih tergolong rendah dan kualitas moral para pemimpin yang tidak baik. Maksudnya adalah ketidak merataan pembangunan dibeberapa daerah sehingga beberapa wilayah di Indonesia mengalami kemiskinan yang rendah, sedangkan daerah lainnya memiliki angka kemiskinan yang tinggi.
2)      Ketimpangan dalam pendidikan
Banyak anak usia sekolah harus putus sekolah karena biaya dan mereka harus bekerja. Walaupun sudah diberlakukannya beberapa program untuk mengurangi biaya sekolah atau bahkan membebaskan biaya sekolah  BOS (Biaya Operasional Sekolah) tapi kenyataannya pembagiannya masih belum merata diseluruh wilayah Indonesia dan masih banyak dipotong oleh pihak-pihak tertentu. Selain itu program wajib belajar sembilan tahun yang berlaku di Indonesia juga belum bisa meratakan pendidikan.
3)      Ketimpangan dalam pelayanan kesehatan
Keadilan dalam kesehatan masih belum dirasakan oleh semua masyarakat miskin Indonesia. Didalam hal ini maksudnya adalah belum dirasakan manfaat PJKMM (Program jaminan kesehatan masyarakat miskin) atau ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) sehingga munculnya anggapan “orang miskin dilarang sakit” karena biaya berobat di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi dan hanya untuk kalangan menengah ke atas.
c.       3. Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa
Adanya krisis identitas bangsa yang terjadi selama beberapa dekade menyebabkan mentalitas bangsa menjadi tergerus dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis sebagai kenyataan akan hal tersebut. Sebagai contoh adalah kasus korupsi ditengah-tengah masyarakat. Tindak korupsi tersebut hanya memihak dan menguntungkan beberapa pihak, sedangkan masyarakat sebagai korban dari korupsi tersebut. Adanya tindak korupsi disebabkan karena lemahnya moral individu, di samping itu lemahnya penegakan hukum dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang semakin merajalela.
Pembukaan UUD 1945 alenia IV dan pada Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi yang dalam tata hukum. Penyebab tindak korupsi tersebut jika di lihat dari aspek sosial politik sangat berkaitan dengan masalah kekuasaan yang diperoleh dengan aktivitas kegiatan dalam kepentingan politik. Nilai ideologi Pancasila sudah tidak dihiraukan lagi dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagai modal sosial, tentunya Pancasila memberikan nilai tersendiri, artinya Pancasila mempunyai nilai dan peran implementasinya dalam penyelenggaraan negara.
Selain krisis identitas yang bersifat moralitas dan kekuasaan, muncul kasus fundamentalis agama dalam hal tindak pidana korupsi. Faktor pendidikan dikalangan keagamaan menjadi sangat penting dan strategis dalam membangun moral, mental, dan karakter bangsa yang peka dan anti korupsi.
Keterkaitan korupsi dengan penyalagunaan kekuasaan itulah yang memberikan muatan moral pada korupsi. Muatan moral itu menjadi jelas ketika unsur kesenjangan dalam penyalagunaan kekuasaan itu ditonjolkan. Dalam pemahaman baru hanya manusia yang nota bene punya kekuasaan dan kebebasan yang bisa melakukan korupsi. Unsur kesenjangan menampakkan tiga unsur pokok dalam individu sebagai agen moral yaitu kebebasan, pemahaman, dan kehendak. ( Al. Andang L. Binawan. 2006: xiii)
Korupsi yaitu penggunaan wewenang yang melebihi ketentuan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok. Kolusi adalah system yang mengutamakan keluarga atau handai taulan yang tidak dibenarkan oleh hukum. Akibat tindakan tersebut kerugian Negara sangat besar dan berimbas pada perekonomian nasional. (Agus Sumali, 2007: 90)
d.      4.   Faktor-Faktor Penyebab Kemerosotan Moral Bangsa Indonesia
a.      Longgarnya pegangan terhadap agama
Saat ini segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragam mulai terdesak. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada di dalam dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.
b.      Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat
Pembinaan moral di rumah tangga harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah dan juga belum tahu batas-batas maupun ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral. Pembinaan moral pada anak di rumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik.  Dengan kata lain,  sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam pembinaan moral. Kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak efektifnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
c.       Budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis
             Rasionalisme adalah paham yang lebih mengutamakan akal daripada emosi atau batin. Materialisme adalah sikap yang selalu mengutamakan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi. Sedangkan sekulerisme adalah paham yang memisahkan secara tegas antara agama dan Negara. Dalam batas-batas tertentu, rasionalisme dan materialism masih dapat kita terima, tetapi kalau orang sudah memutlakkan rasio dan materi maka orang tersebut akan diperbudak oleh pikiran dan materi. Sebagai contoh “ mengapa orang barat menganggap perkawinan sejenis merupakan hak asasi yang harus diakui dan dilindungi?”. Hal ini disadari pada kenyataan bahwa orang tersebut hanya puas jika kawin dengan yang sejenis, sedangkan dengan yang berlawanan jenis tidak akan puas. Menurut mereka kawin dengan sejenis merupakan hak asasi manusia. Sedangkan masalah sekulerisme ,Negara tidak dapat dipisahkan dengan agama karena agama diturunkan didunia sebagai petunjuk bagaimana mengelola dunia agar dapat dimanfaatkan manusia untuk hidupnya di dunia maupun diakhirat. Demikian pula Negara membawa rakyatnya selamat dunia akhirat. (Suprapto, dkk , 2007:164)
Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga termasuk faktor yang paling besar dalam menghancurkan moral para remaja dan generasi muda umumnya.
d.      Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah
Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian penguasa elit yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka asik memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.( http://gilasms.com/?redir=frame&uid=gilasm)
e.       Pendidikan budi pekerti dianggap belum berhasil sesuai harapan.
Hambatan internal maupun eksternal ternyata teridentifikasi sebagai penyebab belum berhasilnya pendidikan budi pekerti. Muatan budi pekerti dan pendidikan moral seakan-akan hanya menjadi tanggung jawab guru pkn, guru agama, bimbingan konseling, sedangkan untuk pengampu mapel lainnya karena menganggap bukan bagian dari tugasnya maka penanaman budi pekerti secara terintegrasi belum dapat terlaksana secara efektif dan efisien.    (http://www.google.com/search=artikel+pancasila+melemahnya+nilai+moral+karena+pengaruh+globalisasi.com)
e.       5.    Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa
a.      Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b.      Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c.       Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d.      Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.       Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
f.       Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
g.      Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
h.      Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
i.        Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
j.        Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
k.      Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
l.        Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
m.    Tanggung-jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.( www.wahyuti4tklarasati.blogspot.com)
f.       6.    Pendidikan Karater
g.                                                                              Pembangunan karakter melalui pendidikan sebenarnya bukan hal asing bagi kita. Pendidikan karakter lahir sebagai perwujudan amanat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa kita saat ini seperti ancaman disintegrasi bangsa, pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta lenyapnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa peserta didik tidak hanya cukup mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk saja, tetapi juga dapat merasakan dan bagaimana caranya mereka melakukan perbuatan baik itu, serta membiasakan diri melakukannya dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.(www.pendidikan-Karakter-Sebagai-Alat-Pemersatu-Bangsa-Lazuardi-Birru.html )
h.                                                        Pendidikan sekolah adalah mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun ke bangsa sehingga menjadi insan kamil. Dengan penerapan pendidikan karakter, maka karakter dari peserta didik akan terbentuk sejak mereka berada di bangku sekolah dasar, kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka akan menjadi perisai atau kontrol dalam diri seseorang, sehingga akan mengendalikan perilaku orang tersebut. Intinya adalah, jika karakter sudah terbentuk, maka akan sulit untuk mengubah karakter tersebut. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. (http://saidahlis.blogspot.com/2011/11/pentingnya-pendidikan-sebagai-solusi.html)
i.                                                           Pembangunan karakter bangsa Indonesia lebih berfokus pada peningkatan kesadaran generasi muda Indonesia akan pentingnya menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai dasar pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia berdasarkan pancasila bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri sesuai dengan cita-cita pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri dalam menghadapi era globalisasi tersebut berfokus pada penanaman nilai-nilai pancasila terhadap generasi muda penerus bangsa yang secara aktif dilakukan oleh seluruh komponen bangsa bekerjasama dengan pemerintah.(http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-di-era-globalisasi-495200.html )
j.                                                          Kurikulum pendidikan di Indonesia dirombak. Perubahan ini akan menambah daftar panjang perkembangan kurikulum pendidikan. Tetapi jangan lupa. Jika pemerintah ingin mengubah konsep pendidikan, alatnya bukan hanya pada kurikulum, melainkan tenaga pendidiknya juga perlu disorot. Sebab, mutu tenaga pendidik di Indonesia kondisinya juga masih memprihatinkan. Akan menjadi lebih sempurna jika perubahan kurikulum diikuti dengan kesiapan para guru untuk mengimplementasikannya, serta dukungan orangtua. Ini merupakan momentum yang tepat, bila perubahan kurikulum benar dilaksanakan, sehingga terjadi perubahan positif yang terintegrasi dengan hasil generasi muda yang gemilang.
k.                                                        Setiap bangsa yang melaksanakan pembangunan selalu menginginkan perubahan yang mengarah pada kemajuan bangsanya. Dan keberhasilan pembangunan tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya semangat juang dari seluruh komponen bangsa untuk maju bersama-sama. Pembangunan yang dilakukan oleh suatu bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang sangat besar termasuk mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam keluarga. Bukti nyata yang dapat kita lihat terutama berada di negara - negara industri maju, dimana fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat sangat jelas sejalan dengan semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara maju tersebut. Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam melakukan pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan telekomunikasi. Kedua jenis teknologi tersebut secara radikal telah mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi). Dan salah satu unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia adalah daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya saing bagi suatu bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa termasuk juga bagi bangsa Indonesia. Sehingga, arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era globalisasi yang sarat dengan daya saing adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu: Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya di era globalisasi. Pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar kapasitas pengetahuan yang terbangun dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama bagi bangsa Indonesia. Pemaknaan dari karakter positif bangsa seharusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas. Sebenarnya bangsa Indonesia telah memiliki karakter positif bangsa yang seharusnya terus ditumbuh-kembangkan untuk menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi ini. Karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut antara lain adalah karakter pejuang, karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya. Seluruh karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut harus dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing untuk menghadapi globalisasi. Sehingga pembinaan karakter positif bangsa dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi. Pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat dalam menghadapi globalisasi.
l.                                                          Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Sedangkan Pembangunan nasional Indonesia diarahkan pada upaya peningkatan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.
Dalam melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara total. Oleh karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan berikutnya.( http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-t598584.html)
m.                                                      Licona (2004) menyebutkan adanya sepuluh nilai utama yang bisa ditanamkan oleh pihak sekolah:
n.                                           a.  Kebijaksanaan (wisdom)
o.                                            b. Keadilan (Justice) meliputi kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, tulus, kesopanan dan toleransi.
p.                                           c. Daya Tahan (fortitude) meliputi keberanian, elastisitas, kesabaran, kegigihan, daya tahan dan percaya diri.
q.                                           d. Kontrol Diri (self-kontrol) meliputi disiplin diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan menunda kesenangan, kemampuan melawan godaan, moderat dan kemampuan menjaga kecenderungan seks.
r.                                            e. Cinta (love) meliputi mengenali pikiran, perasaan  serta sikap orang lain; memiliki rasa iba; ramah dan penuh kasih sayang; murah hati; mudah menolong; setia; cinta tanah air; dan pemaaf.
s.                                             f. Sikap Positif (positive attitude) meliputi penuh harapan, bersemangat, lentur dan memiliki rasa humor.
t.                                             g. Kerja Keras (hard work) meliputi tekun, memiliki prakarsa, perencanaan yang matang dan kecerdasan.
u.                                           h. kepribadian yang utuh (integrity) meliputi mengikuti prinsip-prinsip moral, kesetiaan terhadap kata hati, menjaga perkataan, konsisten secara etika, dan tulus.
v.                                            i. perasaan berterima kasih (gratitude) meliputi kebiasaan berterima kasih, kemampuan menghargai orang lain dan tidak suka complain
w.                                          j. Kerendahan Hati (humility) yaitu sadar diri atau tau diri, mau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab, keinginan menjadi lebih baik.( Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D. 2011 : 141-143)
x.                                                       Sosok pribadi yang berkarakter tidak hanya cerdas secara lahir batin, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menjalankan sesuatu yang dipandang benar dan mampu membuat orang lain memberikan dukungan terhadap apa yang dijalankan. Seseorang yang berkarakter kuat akan mewarnai dunia. Dia dianggap sebagai figure yang dipercaya bagi orang-orang disekelilingnya. Kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi karakter seseorang. Karakter seseorang dipengaruhi gen. Namun, gen hanya salah satu pembentukan karakter. Dalam hal ini orang tualah yang memiliki peluang paling besar dalam pembentukan karakter anak.( Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D. 2011 : 31-32)
A.    C.  PENUTUP
Dari penjelasan pada artikel di atas dapat disimpulkan bahwa Salah satu komponen yang berperan penting dalam upaya mengatasi merosotnya moral bangsa  adalah pembinaan karakter generasi muda bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila, khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan untuk memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa sehingga dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi. Pembangunan karakter bangsa Indonesia lebih berfokus pada peningkatan kesadaran generasi muda Indonesia akan pentingnya menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai dasar pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia berdasarkan pancasila bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri sesuai dengan cita-cita pancasila.
Timbulnya pergolakan-pergolakan di berbagai daerah seperti tawuran antar kelompok, penyerangan terhadap kelompok lain, hingga perusakan fasilitas ibadah, pada umumnya dipicu oleh hal-hal seperti perebutan wilayah dan pekerjaan, adanya kesenjangan sosial, atau perbedaan pandangan dan keyakinan dalam beribadah. Berbagai macam konflik tersebut lahir sebagai akibat dari lunturnya nilai-nilai toleransi untuk tetap saling menghargai perbedaan.
Terkikisnya nilai-nilai toleransi dari masyarakat kita sedikit banyaknya dipengaruhi juga oleh budaya luar yang sangat bebas sehingga perlahan-lahan mulai menggeser nilai-nilai luhur budaya kita. Globalisasi tidak hanya memberikan keleluasaan terhadap prinsip-prinsip ekonomi saja. Kebebasan telah disalah artikan dengan memberi inspirasi pada kelompok-kelompok tertentu untuk terus-menerus menuntut pemenuhan hak tanpa mempedulikan hak orang lain. Berbuat semaunya, merasa diri dan kelompoknya benar dan orang lain dianggap salah. Berbagai penyimpangan perilaku ini akan terus berkembang jika tidak segera dicari penyelesaiannya.
Dengan adanya gejala tersebut semakin diperlukan sebuah kajian kritis terhadap pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan masyarakat Indonesia.  Diharapkan masyarakat kita semakin kritis  dalam menentukan pilihan-pilihan pandangan hidup, sikap dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai-nilai pancasila sebagai bagian dari budaya bangsa dengan demikian, masyarakat indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup yang kokoh, orientasi hidup yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak terombang-ambingkan mengikuti arus global. (Rukiyati,M.Hum., dkk.2008:33)
Secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana atau prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa. Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa. Solusi untuk mengatasi lemahnya moral bangsa dengan digalakkannya pembangunan karakter melalui pendidikan karakter. Deskripsi nilai pendidikan karakter seperti kejujuran, religius, disiplin, toleran, kerja keras,kreatif, mandiri dan demokaratis.
Kasus penyimpangan nilai-nilai pancasila misalnya sila pertama ( amuk masa di Kupang); sila kedua ( tragedi tri sakti dan ketidak adilan hukum di Indonesia ); sila ketiga ( organisasi papua merdeka); sila keempat( ulah wakil rakyat yang tidak mementingkan kepentingan rakyat terbukti bahwa kebijakan yang diambil semakin menyengsarakan rakyat); sila kelima ( kemiskinan, ketimpangan pendidikan, dan ketimpangan dalam layanan kesehatan).
Pendidikan karakter lahir sebagai perwujudan amanat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa kita saat ini seperti ancaman disintegrasi bangsa, pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta lenyapnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Ada 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Belakangan ini karakter anak usia didik mengidikasikan fenomena negatif, misalnya perkelahian antar pelajar, seks bebas, mudah terpengaruh untuk mengonsumsi narkoba, maraknya plagiarisme, serta imbas terselubung dari derasnya budaya asing yang masuk ke Tanah Air akibat kemajuan teknologi, serta budaya acuh tak acuh. Persiapan besar-besaran pun dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat dalam menghadapi globalisasi. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Banyak nilai yang dapat dan harus dibangun di sekolah. Sekolah adalah laksana taman atau lahan yang subur tempat menyemaikan dan memanam bibit-bibit nilai tersebut. Pemerintah sendiri telah membuat grand design pendidikan karakter dengan menempatkan pilar utama yang harus ditanamkan di sekolah. Ke empat pilar tersebut adalah jujur dan bertanggung jawab (cerminan dari oleh hati), cerdas (cerminan dari oleh pikiran), sehat dan bersih (cerminan dari olah raga) dan peduli dan kreatif (cerminan dari dan oleh rasa)
D. DAFTAR PUSTAKA
Arups. 2010. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila diunduh dari http://arumps.blogspot.com/2010/12/bilakah-implemntasi-nilai-nilai.html tanggal 24 desember 2012 19.00 WIB
Artikel nilai-nilai pancasila. 2011 di unduh dari .(http://dream-come-true/nilai-   nilai-pancasila.html) pada 24 desember 2012 9.00 WIB
Artikel Pancasila Melemahnya Nilai Moral karena pengaruh Globalisasi. 2012 diunduh dari http://www.google.com/search?q=artikel+pancasila+melemahnya+nilai+moral+karena+pengaruh+globalisasi.compada tanggal 19 desember 2012 jam 16.00 WIB
Artikel Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia Berdasarkan pancasila  menuju bangsa mandiri. 2011  diunduh dari http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-t598584.html pada tanggal 5 januari 2012 12.00 WIB
Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta : Erlangga
Binawan, andang. 2006. Korupsi Kemanusiaan. Jakarta : Buku Kompas
Cahyaningsih, Sri Tutik. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan.
Semarang: PT gelora aksara Pratama
Gilasms. 2007. frame and uid diunduh dari http://gilasms.com/?redir=frame&uid=gilasm) pada tanggal 18 desember 2012 jam 16.45 WIB
Hartati, Evi. 2006. Tindak Pidana korupsi. Jakarta : Sinar Grafika
Lazuardi Birru. 2011 diunduh dari www.pendidikan-Karakter-Sebagai-Alat-Pemersatu-Bangsa-Lazuardi-Birru.html pada tanggal 18 desember 2012 jam 17.15 WIB
Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia Berdasarkan Pancasila. Diunduh dari http://pembangunan-karakter-bangsa-indonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-di-era-globalisasi-495200.html) pada tanggal 18 desember 2012 jam 17.00 WIB
Rukiyati, M.Hum,.dkk. 2008. Pendidikan pancasila. Yogyakarta: unypress
Saidanlis. 2011. artikel pentingnya pendidikkan sebagai solusi/. diunduh darihttp://saidanlis.blogspot/2012/11/pentingnya-pendidikan-sebagai-solusi.htmlPada tanggal 19 desember 2012 jam 15.00 WIB
Sumali, Agus. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Yudistira
Suprapto, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi aksara
Wahyuti. 2011. jurnal artikel pancasila diunduh dari www.wahyuti4tklarasati.blogspot.com pada 19 desember 2012 jam 13.45 WIB
Yuppy, yeah. 2011. Penyimpangan nilai pancasila, diunduh dari http://yeah-yuppy.blogspot.com/2011/09/penyimpangan-nilai-pancasila.html pada tanggal 19 desember 2012 17.00 WIB
Zuchdi, Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Uny press

No comments:

Post a Comment